Rasanya, tulisan ini tertuju untuk diri saya sendiri; dimana saat saya sedang menyelesaikan tugas akhir untuk studi magister saya, saya tenggelam dalam kesibukan demi kesibukan. Melupakan makan. Waktu istirahat pun tidak maksimal. Semua itu saya lakukan hanya agar saya dapat menyelesaikan semua tugas yang sedang saya kerjakan. Hingga setelah semua itu selesai, saya pun ditegur oleh Allah dengan dicabutnya nikmat sehat dari raga saya.

Poin intinya, jika kamu lelah ambillah waktu untuk istirahat. Sebuah pepatah yang berasal dari cita mengatakan: “Istirahat bukan berarti berhenti, tapi untuk kembali menempun perjalanan yang lebih jauh lagi.”

Bukankah perjalanan hidup kita di dunia ini masih panjang? Bukankah masih ada hari esok? Lantas mengapa harus memaksakan diri melakukan hal-hal di luar batasnya. Jiwa ragamu punya hak yang harus dipenuhi dalam porsinya yang cukup tidak berlebih.

Saya mengambil sebuah contoh dimana jika seseorang yang berada dalam keadaan mengantuk berat dan dia sedang membaca Al-Qur’an; islam menganjurkan orang itu untuk beristirahat sejenak melepas rasa kantuknya. Agar nanti saat dia terbangun dari tidurnya, dia mampu membaca Al-Qur’an dalam keadaan lebih khusyu’ dan mungkin saja dia mampu mentadabburi ayat-ayat al-qur’an yang mulia.

Jika dalam beribadah yang orientasinya akhirat saja islam menganjurkan umatnya untuk mengambil waktu istirahat sejenak dari aktivitas mulia tersebut. Lantas, mengapa kegiatan yang mungkin saja orientasi dunia, kita rela mati-matian mengorbankan jiwa raga kita, mengesampingkan hak-hak badan kita. Bukan tidak mungkin dengan perbuatan itu menjadi berdosa di mata Allah.

Untukmu…

Jika sampai saat ini masih saja mengabaikan hak-hak jiwa ragamu, mungkin sudah saatnya kamu lebih memperhatikannya. Jiwa raga itu ibaratkan bala tentara yang bersenjata. Ia juga mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi dalam batasan yang wajar, agar dapat menggunakan senjatanya dengan maksimal.


0 Komentar