Pahamilah Potensi Dirimu, Agar Tidak Salah Mengambil Peran dalam Hidup
Salah satu hal yang paling banyak bertebaran di media sosial saat
ini ialah tentang psikologi. Kita banyak menemukan para influencer atau
psikolog mengungkapkan di media sosial mereka akan pentingnya mengenal diri
sendiri. Tujuannya apa? Tentu agar setiap kita tau apa potensi dalam diri kita
dan bagaimana memaksimalkannya.
Berdasarkan pengalaman saya, yang tentunya ini merupakan penilaian
subjektif saya saja. Jika teman-teman pembaca tidak setuju tidak mengapa. Atau mungkin
ada uneg-uneg yang ingin disampaikan. Silahkan nanti di kolom komentar ya. Pengalaman
saya yang telah berdiskusi dengan beberapa mahasiswa yang saya temui; banyak
dari mereka yang belum tau dimana potensi terbesar mereka. Tidak sedikit juga
dari mereka telah menginjak semester akhir.
Lalu, siapa yang salah di sini? Apakah mereka? Atau pendidikan
kita? (ah tidak-tidak. Bukan itu yang ingin saya bahas di sini)
Mengenal atau memahami potensi yang dimiliki diri sendiri tentunya
sangat bermanfaat baik bagi diri pribadi, masyarakat banyak, hingga peradaban
islam sendiri. Sebab dengannya kita mampu mengisi sektor yang dibutuhkan dalam
hidup ini. Bukan hanya sekadar ikut-ikutan banyak orang.
Sebelum lanjut lebih jauh, saya ingin mengutip perkataan Al-Khalil
bin Ahmad yang mengatakan manusia terbagi menjadi empat macam:
- 1. Orang
yang paham, dan ia tahu bahwa dirinya paham. Itulah tipe yang berilmu. Ikutilah
dia!
- 2. Orang
yang paham, namun dia tidak tau bahwa dirinya paham. Itu tipe orang yang sedang
tertidur. Bangunkan dia.
- 3. Orang
yang tidak paham, dan dia tahu bahwa dirinya tidak tau. Itulah orang yang
belajar, maka ajarilah dia.
- 4. Orang
yang tidak paham, dan dia tidak tahu bahwa dirinya tidak paham. Itulah orang
yang jahil) bodoh, jauhilah dia.[1]
Setelah membaca perkataan di atas, tentunya sedikit banyak kita
mengetahui apa sebab utama kita harus mengenali potensi dalam diri kita. Dengan
kita mengetahui tentu kita mampu membagi sisi positif dan negatif yang ada
dalam diri kita, dan kita bisa menjauhi sifat orang-orang yang seperti golongan
ke empat dari perkataan di atas.
Tapi, buat apa kita harus capek-capek berusaha memahai diri
sendiri? Bukankah itu hanya barat saja?
Jangan salah. Siapa bilang itu hanya dilakukan oleh orang barat saja.
Manusia terbaik, yaitu rasulullah. Beliau sangat mengetahui setiap potensi dari
masing-masing sahabatnya. Beliau sangat memahami bahwa setiap individu memiliki
keterbatasan dalam menguasai bidang keilmuan. Karena di saat seseorang dikenal
dengan keunggulan dalam satu bidang, tentunya ia memiliki keterbatasan dalam
hal lain. “Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan
kesanggupannya.” (Al-Baqoroh: 286)
Dalam sebuah hadits terbukti bahwa rasulullah sangat mengenal
setiap pribadi sahabatnya:
“Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar; yang paling keras
memperjuangkan agama Allah adalah Umar; yang paling besar rasa malunya adalah
Utsman; yang paling adil dalam menetapkan hukum adalah Ali bin Abi Thalib; yang
paling fasih bacaaab Al-Qur’annya dalah Ubay bin Ka’ab; yang paling pintar
berargumentasi dari mereka adalah Zaid bin Tsabit. Ingatlah, setiap umat
memiliki orang kepercayaan, dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah
bin Al-Jarrah.” (HR. Ibnu
Majah dari Anas bin Malik)[2]
Salah satu sebab orang lebih cenderung mengikuti kebanyakan orang
atau tren yaitu tidak pahamnya mereka akan potensi yang mereka miliki. Mereka
tidak mengenali diri mereka sendiri. Bahkan ada yang tidak percaya diri dengan
diri mereka sehingga mereka mencoba berusaha menjadi orang lain. Aidh Al-Qarni
pernah berkata: “Orang yang paling merana jiwanya dan yang paling kotor
pikiranya, adalah orang yang ingin menjadi bukan dirinya sendiri (menjadi orang
lain). Sedangkan orang yang cerdik selalu mempelajari dirinya dan memperbaiki
kekurangannya.”[3]
Jika kamu ahli dalam berdagang, jangan malu jadi seorang pedagang. Jika
kamu ahli dalam bidang mengajar, jangan malu menjadi pengajar. Jika kamu
seorang yang ahli dalam bidang reparasi jam, jangan malu menjadi tukang jam. Malulah
jika kamu memaksa dirimu menjadi seseorang yang tidak ahli dalam bidangnya. Misal,
menjadi pengajar, namun sama sekali tidak memiliki ilmu terhadap hal yang akan
diajarkannya.
Lalu, bagaimana caranya agar kita mampu memahami potensi yang ada
dalam diri kita?
Sebenarnya ada banyak cara untuk mengenali atau memahami potensi
yang kita miliki. Tapi di sini saya menuliskan beberapa yang pernah saya coba
lakukan.
- 1.
Mengetahui
kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Jika belum tahu mungkin bisa mencobanya
dengan mengerjakan soal-soal test kepribadian. Bisa online atau mungkin langsung
bertemu dengan psikolog. (Kalau pengalaman saya, saya mengerjakan online)
- 2.
Mencoba
hal-hal baru. Biasanya dengan mencoba hal baru, kita bisa memilah mana hal yang
kita sukai dan tidak. kemudian kita juga tahu, mana hal yang gampang dimengerti
dan mana yang sulit dimengerti.
- 3.
Mencari
tahu bidang yang disenangi. Setelah tadi di poin kedua kita mencoba hal baru. Tentunya
kita perlahan tahu apa yang kita senangi. Tugas kita selanjutnya setelah
mengetahui tentunya terus mengasahnya. Sebab, saat kita telah terbiasa, kita
pun mampu menjadi ahli dalam bidang yang kita senangi.
- 4.
Menambah
wawasan. Ini poin yang paling penting menurutku setelah kita tahu apa yang kita
senangi dan membiasakannya, yaitu menambah wawasan kita dengan banyak membaca
terkait apa yang kita senangi. Tujuannya apa? Tentu saja agar lebih melekat dan
benar-benar menjadi seorang yang ahli dalam bidang yang sedang kita geluti.
Dan yang terakhir, selamat berjuang mencari, memahami dan mendalami
potensi yang terpendam dalam diri kamu. Sampai bertemu kembali di
tulisan-tulisan selanjutnya.
[1] Jangan
Hidup Jika Tak Memberi Manfaat. Muhammad Yasir, (Pustaka Al-Kautsar cetakan
pertama hal: 158)
[2] Ibid.
Hal. 159
[3] Ibib.
Hal. 161

0 Komentar